Saturday 21 July 2012

Retinopati Diabetika


oleh : Fritz Sumantri

Abstrak
Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang  disebabkan akibat penyakit diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama . Jumlah insidens penderitanya yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa kebutaan ; keduanya merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi untuk mengoptimalkan penatalaksanaan bagi penderita diabetes mellitus sebelum mereka kehilangan daya penglihatannya . Terapi yang dilakukan hingga saat ini adalah mengontrol faktor penyebab dan laser terapi .
Diperlukan telaah yang lebih dalam , agar dapat ditemukan suatu cara yang lebih optimal guna menghindari terjadinya retinopati diabetika ini pada penderita deabetes mellitus .

Kata kunci : retinopati diabetika – diabetes mellitus – neuro oftalmologi

Abstract
Diabetic retinopathy is visual disorder cause by hiperglycemi and depend by time . Incidens for diabetic retinopathy is high, and its end stage clinical manifestation ( blind ) made this situation must become a caution for clinician to find the optimize way to prevent . So far, how to manage hiperglycemi and laser therapy are the best way that we could done . We need more courage and curious to find the better way to prevent hyperglycemi cause  diabetic retinopathy .

Keywords : diabetic retinopathy – diabetes mellitus – neuro ophthalmology

Pendahuluan
            Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat , dimana tepung dan gula tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya . Hal ini menimbulkan gangguan pula pada nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata . Pengobatannya dengan diit dan insulin , dapat memperpanjang umur penderita diabetes mellitus , sehingga proses degenerasi dimata menjadi bertambah penting . Yang paling khas adalah penyulitnya di retina . (1,2)
            Retinopati diabetika biasanya timbul setelah penderita  menderita diabetes mellitus selama 5 – 15 tahun. Dimana angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria . Umur yang terbanyak menderita retinopati diabetika adalah 50 – 65 tahun .(3) Walaupun demikian Watkins memberikan batasan rentang umur yang lebih panjang lagi yaitu berkisar antara 30 – 69 tahun .(9) Retinopati ini merupakan penyulit yang paling penting dari diabetes mellitus , dengan frekuensi 40 – 50% dari penderita diabetes . Prognosanya kurang baik untuk penglihatan. Di Amerika Serikat , 5000 orang pertahunnya menjadi buta oleh retinopati diabetika, sedang di Inggris , keadaan ini merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan . Selain oleh karena kelainan endokrin, stresspun dapat menimbulkan diabetes mellitus .(3)

Patogenesa
            Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika . Namun terdapat 2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar , yaitu (10)
  1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase .
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol . Bila kadar glukosa intraselular meningkat , hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular, yang kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan jaringan saraf . Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfo-inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan memperburuk kerusakan mikrovaskular .


  1. Teori protein Aminoguanidin .
Aminoguanidin ( suatu fraksi dari protein esensial )  , melalui mekanisme yang masih terus diselidiki , pada tikus tikus percobaan ternyata dapat memperlambat pertambahan mikroaneurisma  dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina .
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati , sebagai akibat dari gangguan metabolik , yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi . Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu , mengakibatkan keracunan sel sel tubuh , terutama darah dan dinding pembuluh darah , yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversibel dari molekul glukosa dengan protein yang disebut proses glikosilase protein .(1,2,3)
            Dalam keadaan normal , proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9% , sedang pada penderita diabetes mencapai 20% .(4) Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah , yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah , gangguan aliran darah , yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil , kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya . Kelainan kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina , yang dapat diamati dengan melakukan (2)
  1. fundus fluorescein angiography
  2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna
  3. oftalmoskop langsung dan tak langsung
  4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein . Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan . Dengan melemahnya dinding kapiler , maka akan menonjol membentuk mikroaneurisma . Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop . Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika .(2) Pada keadaan lanjut , mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri . Baik kapiler yang abnormal maupun aneurisma menibulkan kebocoran , yang tampak sebagai edema, eksudat, perdarahan, di sekitar kapiler dan mikroaneurisma . (8)
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah makula, edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama akan menyebabkan degenerasi kistoid . Bila hal ini terjadi di daerah makula , ketajaman penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan . (4,5)
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya mikroaneurisma . Kebocoran lipoprotein , tampak sebagai eksudat keras , menyerupai lilin berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna putih kekuning kuningan . Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk dengan kadar lemak darah yang tinggi . (2,3 )
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah , dapat menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi, disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral . Hipoksi mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru . Akibat hipoksi timbul eksudat lunat yang disebut cotton wool patch , yang merupakan bercak nekrose .(7,8)
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga disini terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang pembuluh darah vena . Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja . Bentuknya dapat berupa gulungan atau rete mirabile . Letaknya intraretina dan menjalar menjadi preretina . Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi .(5) Bila jaringan fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada retina sehingga menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan . Hal ini dapat menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan . Perdarahan yang timbul didalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma hemoragik , yang sangat  sakit dan menimbulkan kebutaan .(7) Perdarahan di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik yang disertai neovaskularisasi , yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan ablasi retina dan kebutaan . Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan , retinopati diabetika cepat atau lambat akan berakhir dengan kebutaan . (2)
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang dapat menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru tersebut dan juga akibat perdarahan , karena pecahnya rubeosis iris .  (8)

Manifestasi klinis
            Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan , tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan .(7)
            Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan fibrovaskuler, tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang terdapat di daerah makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler , gangguan visus pasti menyusul .(9)
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika : (2)
  1. Obstruksi kapiler , yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
  2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari retinopati diabetika

  1. Eksudat berupa :
    1. hard eksudat  : berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama . Pada angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh darah . Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan padahiperlipoproteinemia .
    2. cotton wool patch : berwarna putih , tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan iskemik retina .
  2. Shunt arteri vena , akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler
  3. Pelebaran vena , lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan sirkulasi . Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma .
  4. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler .
  5. Akibat proliferasi sel sel endotel , timbul neovaskularisasi , tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok kelok , yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat . Mula mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian masuk kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan perdarahan di retina, preretina, dan juga didalam badan kaca .
  6. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia .
  7. Edema makula , kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan pada pasien pasien diabetes . Dalam setahunnya di Amerika , didapatkan 75.000 kasus baru .
Berdasarkan kelainan diatas . Daniel Vaughan membagi retinopati diabetes menjadi stadium : (2)
I.                    Mikroaneurisma , yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil didaerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan secara histologis didapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena dilapisan nuklear luar .
II.                 Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin , tersebar , dan terletak dilapisan pleksiform luar .
III.               Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola terminal .
IV.              Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah . Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina .
V.                 Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca . Disusul dengan terjadinya retinitis proliferans , yang diakibarkan timbulnya jaringan fibrotik dan neovaskularisasi .
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita . Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati , namun sekali timbul , tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini .(5)
            Diabetes pada orang muda , dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20 tahun meskipun dikontrol dengan baik .(7)
            Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah (2,3)
  1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri
  2. hipoglikemi
  3. hiperlipoproteinemi
  4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.

Terapi
            Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti diabetik . Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati diabetika ini , terutama pada penderita diabetes IDDM .(6)
Fotokoagulasi dengan Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator . Dimana sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan jaringan parut di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat regresinya neovaskularisasi . Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran , merangsang penyerapan cairan , mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi retina , dengan harapan dapat menghambat menurunnya visus.(7)

Kesimpulan :
1.      Retinopati diabetika merupakan salah satu penyulit yang paling penting pada penderita diabetes melitus  , dan sangat berpotensi menyebabkan kecacatan berupa kebutaan .
2.      Perjalanan penyakit akan semakin memberat bila faktor penyebabnya yaitu diabetes melitus tidak diatasi .
3.      Penatalaksaan diabetes yang tepat , akan memperlambat perjalanan retinopati diabetika
4.      Terapi yang digunakan hingga saat ini adalah kontrol yang ketat dari diabetes melitus dan fotokoagulasi .
5.      Pembetian aspirin pada keadaan retinopati diabetika hingga saat ini masih mengundang berbagai pendapat , baik yang setuju ataupun tidak .


Daftar  Pustaka
1.  Kline LB, Bajandas FJ . Neuro-ophthalmology Review Mannual 5th ed. Slack        
    Incorporated New Jersey 2001; 155-6
2.  Sudiana N . Ilmu Penyakit Mata. Trisakti Press , Jakarta 1990;
3.  Valero SO, Droilhet JH . Background of retinopathy Diabetic . E medicine 2004
4.  Harding S, Kohner E. Clinical Evidence of Retinopathy Diabetic : Virectomy in
    people with maculopathy . E-medicine 2005
5.  Ryder B . Screening for diabetic retinopathy . BMJ 1995;311:207-208
6.  Kohner EM .Aspirin for diabetic retinopathy . BMJ  2003;327:1060-1061 
7.  Christie B . Scotland to start screening programme for diabetic retinopathy.  BMJ
    April 2002;324:871
8.  Feman SS . Ocular Problem in Diabetes Mellitus . NEJM July 329: 286-287
9.  Watkins PJ . ABC of diabetes retinopathy . NEJM April BMJ 2003;326:924-926
10.Clark CM, Lee DA . Prevention and treatment of the complication of Diabetes Mellitus. NEJM
     1995;333(12): 810

No comments:

Post a Comment